Pesona Alam Laut di Raja Ampat

Raja Ampat atau ‘Empat Raja’ adalah nama yang diberikan untuk pulau-pulau ini. Sebuah nama yang berasal dari mitos lokal. Empat pulau utama yang dimaksud itu adalah Waigeo, Salawati, Batanta, Misool yang merupakan penghasil lukisan batu kuno.

Pecinta wisata bawah laut dari seluruh dunia berduyun-duyun datang ke ini untuk menikmati pemandangan bawah laut terbaik di dunia yang mengagumkan. Dua hari sebelumnya, saat Anda berada di Bali yang ramai sekaligus sakral berbalut seni maka naiklah pesawat menuju ujung kepala burung Pulau Papua. Selanjutnya, bersiaplah untuk sebuah petualangan yang takkan terlupakan. Mulailah tur Anda dari sini dengan menyelam di bawah lautnya yang paling indah. Jelajahilah dinding bawah laut yang vertical itu. Rasakan juga ketegangan menyelamnya, berdebar-debar saat terombang-ambing arus laut. Itu pastinya akan menjadi pengalaman pribadi yang tak terlupakan di Raja Ampat.

Wilayah pulau-pulau di Raja Ampat sangatlah luas, mencakup 4,6 juta hektar tanah dan laut. Di sinilah rumah bagi 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, serta 700 jenis moluska. Kekayaan biota ini telah menjadikan Raja Ampat sebagai perpustakaan hidup dari koleksi terumbu karang dan biota laut paling beragam di dunia. Bahkan, menurut laporan The Nature Conservancy dan Conservation International, ada sekitar 75% spesies laut dunia tinggal di pulau yang menakjubkan ini.

Anda tiba di Raja Ampat maka kegembiraan sudah dapat dirasakan. Sontak terdengar seketika orang yang baru datang di sini memuji nama Tuhan-nya karena mata dan hatinya dipikat pemandangan alam yang luar ini. Bila tidak Anda temukan respon itu maka diam terkesima adalah bukti seseorang telah ditawan setitik surga yang jatuh di lautan yang jernih sebening Kristal dan ombak lembut menyapu pasirnya yang putih.

“Di sini bagus!” sahut ramah seorang pemandu wisata lokal dari sebuah agen perjalanan wisata di Raja Ampat. Kata-kata awal itu menandakan bahwa pengunjung telah sampai di salah satu tempat menyelam terbaik di dunia. Jika tidak sedang memandu wisatawan, pemandu lokal ini adalah seorang nelayan biasa. Nelayan tersebut terbiasa dengan orang luar yang datang berkunjung, mereka sangat ramah terutama jika diberi buah pinang atau permen (patut Anda coba). Cara ini telah terkenal dimana dengan memberikan permen dianggap bentuk sopan santun dan mampu mencuatkan senyum sang nelayan.

Nelayan di Raja Ampat biasanya memakan camilan saat bercakap-cakap (Para-para Pinang). Mereka akan saling bertukar cerita lucu sambil mengunyah buah pinang. Dalam banyak hal termasuk kemiripan alam, budaya, dan sejarah, bahwa masyarakat nelayan di Raja Ampat memiliki kesamaan dengan orang Maluku.

Saung Angklung Mang Udjo

Ternyata angklung bukan cuma milik orang desa, lo. Salah satu buktinya, kini banyak anak termasuk anak-anak bule yang belajar di Saung Angklung Mang Udjo (SAMU). Sanggar yang merupakan tujuan wisata di Bandung itu,kini dikelola Syam Udjo, salah seorang pewaris SAMU. Ia sendiri sibuk mengajar ke berbagai sekolah yang mengundang dirinya untuk mengajar angklung. “Hampir seluruh SD di Bandung dan sebagian Jabar punya pelajaran khusus musik angklung. Guru-guru dari luar Jawa pun banyak yang belajar di sini,” ujar Syam Udjo. Bahkan ia sering diminta mengajar angklung di Jakarta International School (JIS). “Minat anak-anak belajar musik angklung sangat tinggi.”

Padahal, di tahun 70-an kebanyakan peminat hanyalah orang dewasa. Anak-anak merasa malu jika belajar angklung. Soalnya, permainan angklung identik dengan pengamen jalanan yang suka memanfaatkan angklung sebagai alat mencari uang sehingga anak-anak lebih suka main gitar. “Tapi setelah diadakan inovasi terhadap musik angklung, termasuk pengubahan nada, mereka mulai tertarik.”

 

DARI PEMBUAT KE PENGAJAR

Menurut Syam Udjo, SAMU berdiri secara tidak resmi tahun 1959-1960. Awalnya, keluarga Mang Udjo hanya membuat angklung saja. “Sejak kecil, kami diajari ayah bagaimana mengubah batangan bambu menjadi alat musik tradisional. Lambat laun kami pun ingin belajar memainkannya. Kan, enggak lucu, bisa membuat alat musik, tapi tidak mampu memainkannya,” papar Syam Udjo.

Akhirnya, sang ayah, Mang Udjo (alm.) pun belajar angklung ke Daeng Sutigna yang memiliki sekolah angklung di Bandung. Bahkan saat Daeng pergi ke Australia, Mang Udjo-lah yang mengambil alih pengelolaan
angklung di sekolahnya. Daeng pulalah yang mengubah angklung dari musik pengiring atau backsound
hingga menjadi sebuah lagu tunggal, seperti lagu yang dibawakan Sherina atau Joshua. Nadanya pun sudah bisa ke oktaf lebih tinggi.

Mulailah, kesenian yang mulanya hanya dimainkan di dalam keluarga, menarik perhatian para tetangga. “Mereka pun antusias bergabung bermain bersama kami. Memang angklung lebih semarak jika dimainkan bersama-sama.Kadang-kadang setelah berlatih, kami menyusuri jalan raya untuk memainkan angklung biar lebih semarak,” kenangnya.

Walaupun kini sibuk mengajar seni angklung, keluarga Mang Udjo tetap membuat alat musiknya, bahkan kini diekspor ke mancanegara. “Bahan-bahannya didatangkan langsung dari Jampang Kulon, yaitu bambu hitam. Pemilihan bambu ini hanya pertimbangan estetika saja. Sebenarnya bambu biasa pun bisa, kok.”
Yang jelas, pembuatan angklung hanya bisa dilakukan orang-orang dewasa saja. “Anak-anak hanya diterangkan dari aspek teoritis, berupa tahapan pembuatan angklung.” Sebab, tuturnya, disamping memerlukan ketelitian, pembuatan angklung cukup rawan jika dikerjakan anak-anak. Pasalnya,
pembuatannya menggunakan pisau sangat tajam. “Jadi cukup berbahaya buat anak-anak.”

MELESTARIKAN SENI TRADISIONAL

Menurut Syam Udjo, motif pendirian SAMU bukan semata-mata bisnis, tapi lebih untuk melestarikan kebudayaan tradisional angklung. “Setiap sesi ‘kursus’ hanya dipungut bayaran 50 ribu rupiah.” Bila ingin menikmati pertunjukan angklung dipungut bayaran Rp 25.000 (turis lokal) dan Rp 35.000 (turis asing). Pertunjukan ada setiap hari pukul 09.00 dan 16.00 WIB.

Jika ingin belajar, anak-anak akan bergabung dengan pemain-pemain lama yang sudah mahir. Selain belajar cara membunyikan, anak juga belajar memegang, membaca dan melihat angka nada angklung.
Hanya saja, untuk bisa menggetarkan angklung dengan baik, menurut Syam, baru bisa dilakukan setelah kelas 4 SD. “Anak TK hingga kelas 3 SD, kemampuan tangannya masih sulit untuk menghasilkan bunyi angklung dengan bagus.” Jadi untuk mereka, sekadar mengenalkan dan mencintai budaya angklung saja. “Prinsipnya baru belajar bermain terlebih dahulu, memahirkannya nanti saja.”

Untuk anak-anak ini, pengajaran yang dilakukan memang berbeda dengan orang dewasa. “Dunia anak adalah dunia bermain, maka mereka tidak bisa belajar serius, tapi harus lewat cara bermain. Konsentrasinya juga
terbatas. Belajar belum terlalu lama, eh, mereka langsung kabur atau mengobrol dengan teman-temannya.” Karena itu, Syam berusaha menghibur anak-anak dengan cara membiarkannya bermain beberapa saat. Setelah puas barulah diajari angklung lagi.

Saung Angklung Mang Udjo,
Jl. Padasuka no. 118 Bandung,
Telp. (022) 727 1714
Saeful Imam. Foto: Ipoel/nakita

Taman Laut Bunaken, Salah Satu Taman Laut Terindah di Dunia

Taman Laut Bunaken Berada di Kel.Bunaken Kecamatan Bunaken sekitar 7 mil dari Pelabuhan Manado yang dapat ditempuh selama 35 menit dari pusat kota dengan menggunakan kapal motor. Pada awalnya Bunaken adalah pulau karang (atol). Luas wilayahnya sekitar 887,5 hektare dengan kondisi morfologi sedikit bergelombang. Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu Taman Laut terindah di dunia.

Sebagian besar wilayah pantainya terdiri dari hutan bakau dan pasir putih. Lautnya terdapat terumbu karang keras dan lembut, dinding karang yang terjal, dengan beraneka bentuk dan warna biota laut diantaranya terdapat ikan hiu, kura-kura, Mandarin Fish, kuda laut, ikan pari, dan yang terkenal adalah ikan purba Raja Laut (Coleacant) dan masih banyak lagi yang membentuk taman laut nan indah. Keindahan taman lautnya dapat dilihat pada lokasi-lokasi yang disebut dengan Lekuan 1, 2, dan 3, Fukui, Mandolin, Tanjung Paragi, Ron’s Point, Sachiko Point, Pangalisang, Muka Kampung, dan Bunaken Timur.

Jenis satwa yang ada di daratan dan pesisir antara lain kera hitam Sulawesi (Macaca nigra nigra), rusa (Cervus timorensis russa), dan kuskus (Ailurops ursinus ursinus). Jenis tumbuhan di hutan bakau Taman Nasional Bunaken yaitu Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp. Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska dan berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak laut.

Penyuka wisata laut atau diving, pasti terpuaskan di Bunaken yang sedikitnya memiliki 40 lokasi penyelaman yang menyajikan berbagai jenis ikan tropis dan terumbu karang. Salah satunya jenis karang hidup, berupa terumbu karang tepi dan penghalang. Paling menarik perhatian adalah terumbu tebung karang vertikal yang membentang sepanjang 50 meter.

Bagi yang tidak suka menyelam pun sudah tersedia boat dengan dasar kaca (katamaran) untuk melihat keindahan dasar laut. Musim kunjungan terbaik ke Bunaken berkisar Mei hingga Agustus. Ini saat paling pas menikmati keindahan Bunaken, saat musim penghujan belum datang.

Segitiga Terumbu Karang

Bunaken memiliki keragaman kehidupan bawah laut yang sangat beragam, karena daerah taman laut Bunaken terletak di segitiga terumbu karang dunia yang tersebar dari Indonesia, Malaysia, phillipine, Papuanugini, Timur Lesta, dan Kepulauan Solomon. Anda bisa melihat 70% dari jenis ikan di dunia di dalam taman laut Bunaken, dan angka ini tidak termasuk ikan-ikan laut dalam.

Jika anda beruntung anda dapat melihat whale shark, mola-mola, manta ray, dugong dan nautilus di sekitar laut bunaken. Jika anda tidak begitu beruntung, anda masih dapat melihat terumbu karang yang indah dan banyak sekali mahluk-mahluk kecil yang sangat berwarna-warni.

Keberagaman kehidupan di taman laut Bunaken di karenakan taman laut ini merupakan tempat dimana plankton, yang hidup di 300 meter di bawah permukaan laut, naik ke permukaan air sehingga dapat menunjang kehidupan dengan menjadi makanan bagi ikan-ikan kecil. Ditambah dengan bantuan penduduk lokal yang menjaga keindahan taman laut ini, maka taman laut ini menjadi tempat yang aman untuk ikan-ikan sehingga mereka dapat berkembang biak dengan aman.

Bunaken ibarat surga kehidupan bawah laut namun keindahan dan kelestariannya tergantung kehidupan diatasnya. Siapa yang bisa menjaga keindahan Bunaken, selain kita. Untuk itu inisiatif pemerintah dalam menyelenggarakan Coral Trianggle Initiative (CTI) Summit harus didukung semua unsur masyarakat karena CTI adalah upaya bersama dalam menyelamatkan surga bawah laut dari kerusakan.